Selasa, 25 September 2018

filsafat pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Pengetahuan metafisika adalah pengetahuan supra-rasional tentang obyek yang supra-rasional. Banyak pandangan yang telah membawa perubahan besar pada pola pikir manusia dan masyarakat modern, yang mendasarkan diri pada filsafat rasionalisme dan empirisme, sehingga realitas yang dianggap nyata adalah yang empirik, atau yang bisa dipikirkan secara rasional. Di luar semua itu, dipandang dan diyakini sebagai sesuatu yang tidak nyata. Inilah yang disebut dengan aliran intuisionisme. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diperdiksi. Intuisi inilah yang menjadi pengetahuan mistik.
Namun seiring perkembangan zaman, pengetahuan mistik menjadi terkesampingkan, akibat dari positivisme dan kemajuan ilmu pengetahuan maka comte pun menganjurkan pola hidup sekuler dengan cara meninggalkan hal-hal yang berbau mistik ataupun agama karena merupakan anakronisme yang harus ditinggalkan. Dan orang yang masih berpegang pada agama merupakan ciri orang primitip. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan tentang hakikat pengetahuan metafisika, struktur pengetahuan metafisika dan aliran-aliran dari pengetahuan metafisika.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan Metafisika ?
2.      Bagaimana struktur dari pengetahuan Metafisika ?
3.      Apa saja aliran – aliran dalam Metafisika ontologi ?

C.    Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, terdapat beberapa tujuan, di antaranya :
1.      Untuk mengetahui apa maksud dari Metafisika.
2.      Untuk mengetahui struktur dari pengetahuan Metafisika.
3.      Untuk mengetahui aliran-aliran dalam Metafisika ontologi.




















BAB II
KAJIAN FILSAFAT ILMU
2.1 Pengertian Metafisika
            Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar yang berada diluar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji segala sesuatu secara konferehensif. Menurut Asmoro Ahcmad (2005:14), metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan yang berada diluar pengalaman manusia. Menurut Ahmadi metafisika mengkaji sesuatu yang berada diluar hal-hal yang biasa yang berlaku pada umumnya, atau hal-hal yang tidak alami serta hal-hal yang berada diluar kebiasaan atau diluar pengalaman manusia.
            Sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya, tentang cabang-cabang filsafat bahwa istilah metafisika itu berasal dari akar kata “meta” dan “fisika”. Meta berarti “sesudah”, “selain”, atau “dibalik”. Fisika yang berarti “nyata”, dengan kata lain metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan “hal-hal yang berada dibelakang gejala-gejala yang nyata”.
            Ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh metafisika adalah ilmu yang memikirkan hakikat dibalik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indera.
            Arsistoteles menyinggung masalah metafisika dalam karyanya tentang filsafat pertama yang berisi hal-hal yang bersifat gaib. Menurut Aristoteles ilmu metafisika termasuk cabang filsafat teoretis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu sehingga ilmu metafisika menjadi inti filsafat. Selanjutnya, Aristoteles menjelaskan bahwa masalah-masaah yang metfsik merupakan sesuatu yang fundamental dari kehidupan.  Oleh karna itu setiap orang yang sadar berhadapan dengan sesuatu yang metafisik  tetap tersangkut didalamnya.
            Animisme merupakan contoh kepercayaaan yang berdasarkan pemikiran  super naturalisme. Naturalisme yaitu paham yang mnolak pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat super natural
            Pengetahuan metafisika adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. Pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
Tafsiran paling pertama yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat wujud-wujud bersifat ghaib ( supranatural ) dan wujud ini lebih kuasa dibandingkan dengan alam nyata.
•        Animisme, mengembangkan metafisika bahwa alam dan manusia dikuasai oleh wujud-wujud yang bersifat ghaib dan magis. misalnya  (roh-roh yang bersifat ghaib terdapat pada benda, seperti batu, pohon) merupakan contoh kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme. 
•       Naturalisme yaitu paham yang menolak pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural karena naturalism hanya menerima pandangan yang menyatakan bahwa ada itu semata-mata realitas alam. 
•       Materialisme yang merupakan turunan naturalisme merupakan paham yang berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh yang kekuatan ghaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri.
            Lain lagi pendapat yang disampaikan oleh kaum mekanistik meliha gejala alam termask mahluk hidup hanya merupakan getala fisika semata.

2.2.     Struktur Pengetahuan Metafisika
Dilihat dari segi sifatnya mistik dibagi menjadi dua, yaitu :
Ø  Mistik Biasa, jika dalam islam, mistik biasa adalah tasawuf, karena tanpa mengandung kekuatan tertentu.
Ø  Mistik Magis, adalah sesuatu yang mengandung kekuatan tertentu. Magis ini dibagi dua, yakni : 1.  Magis Putih, selalu dekat hubungannya dengan tuhan, sehingga dukungan tuhan yang menjadi penentu. Mistik magis putih bila dicontohkan dalam Islam seperti mukjizat, karamah, ilmu hikmah. 2.  Magis Hitam, erat hubungannya dengan kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibnu Khaldun penganut magis hitam memiliki kekuatan di atas rata-rata, kekuatan mereka yang menjadikan mereka mampu melihat hal-hal ghaib dengan dukungan setan dan roh jahat. Contohnya seperti santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir. Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini dapat digolongkan menjadi tiga, diantaranya : Pertama, mereka yang memiliki kemampuan atau pengaruh melalui kekuatan mental atau himmah. Itu disebabkan jiwa mereka telah menyatu dengan jiwa setan atau roh jahat. Para filosof menyebut mereka ini sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka luar biasa. Kedua, mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan menggunakan watak benda-benda atau elemen-elemen yang ada di dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada di bumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk benda-benda material atau rajah. Ketiga,mereka yang melakukan pengaruh magisnya melalui kekuatan imajinasi sehingga menimbulkan berbagai fantasi pada orang yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut kelompok pesulap

2.3 Aliran – aliran dalam Metafisika Ontologi ( Pengetahuan Mistik )
Ontology atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan-persoalan, seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan, dan lainnya.
Di dalam pemahaman atau pemikiran ontology dapat ditemukan pandangan- pandangan pokok pemikiran : monoisme, dualisme, pluralisme, nikhilisme, dan agnotisisme.
a.      Aliran Monoisme, paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan block universe. Paham monoisme kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
1.      Aliran materialisme
Menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya, bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya cara tertentu.
2.     Aliran idealisme
Menurut idealisme, gambaran yang benar yang tepat sesuai dengan kenyataan sebagaimana diteorikan oleh realisme merupakan sesuatu yang mustahil, sesuatu yang tidak mungkin. Karena itu, idealisme mentakrif hakikat ilmu sebagai hasil dari proses mental yang niscaya bersifat subyektif. Pengetahuan bagi penganut idealisme bukan hanya merupakan gambaran subyektif, bukan gambaran obyektif tentang kenyataan. Dengan demikian, pengetahuan menurut teori idealistik ini tidak memberikan gambaran yang tepat tentang kenyataan di luar alam pikiran manusia. Dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh, idealism diambil dari kata ‘idea’ yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam ini semua berasal dari ruh, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani. Menurut Rapar (2005:45), aliran materialisme menolak hal-hal yang tidak terlihat. Bagi materialisme, ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata bersifat material atau sama sekali bergantung pada material. Dengan demikian, bagi materialisme, relaitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan, sesuatu yang riil atau nyata.
Beberapa filosof atau tokoh yang tergolong pada aliran materialisme adalah Thales, Anaximenes, dan Anaximandris. Tokoh atau para filosof yang hidup ratusan tahun sebelum masehi. Thales mengajarkan bahwa ‘asas permulaan ( arche ) dari segala sesuatu itu adalah satu, yaitu air. Air adalah pangkal pokok ( asas ) dari dasar ( prinsip ) segala-galanya. Semua benda terjadi dari air dan semuanya akan kembali kepada air pula. Berdasarkan rasio dan pengalaman yang dilihat nya sehari-hari , Thales mrnyimpulkan tentang asal terbuktinya alam ini. Sebagai orang pesisir, Thales dapat melihat setiap hari brtapa air laut menjadi sumber hidup. Begitu juga dengan bangsa Mesir, betapa nasib rakyat Mesir sangat bergantung pada air sungai Nil. Air sungai nil itulah yang menyuburkan tanah sepanjang yang dilaluinnya dan dimanfaatkan oleh manusia. Jika tidak ada air sungai Nil itu, negeri Mesir kembali menjadi padang pasir. Demikianlah, air laut, air sungai menyebarkan bibit kehidupan seluruh dunia. Semuanya itu air ! semuanya bersumber dari asal yang satu, air. Dengan demikian, semuanya itu satu.
Selain Thales, muncul Anaximandros (640-540 SM), yang berpandangan tentang asas pemula dari segala sesuatu adalah hanya satu, yaitu yang tidak terbatas (to aperion). anaximandros tidak mengakui pandangan Thales yang mengemukakan bahwa asas pertama adalah air. Sebab air tidak mungkin berada dimana-mana, di tempat kering, tempat basah, tinggi, rendah, termasuk juga api. Air adalah hal yang terbatas. Oleh karena itu, anasir utama yang menyusun alam itu adalah yang tidak terbatas.
Filosof lain adalah Anaximenes (538-480) yang termasuk kepada aliran materialisme. Anaximenes memberikan pandangan bahwa asas pemula seluruh alam semesta dengan segala isinya adalah hawa atau udara. Bukanlah udara itu meliputi seluruh jagat raya? Begitu Anaximenes beralasan. Aliran idealisme atau aliran spiritualisme adalah lawan dari aliran materialisme. Menurut aliran idealisme semuanya serba cita (ideal) atau roh ( spiritual ). Aliran ini menganggap bahwa hakikat segala sesuatu yang ada berasal dari roh, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak menempati ruang. Menurut anggapan aliran ini, materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan roh tersebut. Roh adalah sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah bayangan atau penjelmaan saja. Aliran idealisme tumbuh dan berkembang sejak masanya Plato. Plato yang terkenal dengan pandangannya mengenai ide. Ajaran ide merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Ide bagi Plato tidak sama dengan pengertian ide yang dipahami oleh orang pada saat ini. Dasar pokok pemahaman ide itu dikemukakannya sebagai teori logika., kemudian meluas menjadi pandangan hidup, selanjutnya menjadi dasar umum bagi ilmu dan politik social dan bahkan mencakup pandangan agama. Pembahasan lengkap mengenai ketiga aspek ini ( teori logika, dasar umum bagi ilmu dan politik social, dan pandangan agama) telah diulas pada bab sebelumnya.
b.      Aliran Dualisme, adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut.
Aliran dualisme memandang bahwa alam terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya. Aliran dualisme merupakan paham yang serba dua, yaitu antara materi dan bentuk. Menurut paham dualisme , di dalam dunia ini selalu dihadapkan kepada dua pengertian, yaitu ‘yang ada sebagi potensi’ dan ‘yang ada secara terwujud’. Keduanya adalah sebutan yang melambangkan materi (hule) dan bentuk(eidos).
Pengertian materi dalam pandangan aliran dualisme ini tidak sama dengan pengertian materi yang dipahami sekarang ini. Menurut Aristoteles, materi ( hule ) adalah dasar terakhir segala perubahan dari hal-hal yang berdiri sendiri dan unsure bersama yang terdapat di dalam segala sesuatu yang menjadi dan binasa. Materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari materi. Oleh karena itu, materi mutlak diperlukan bagi pembentukan segala sesuatu. Di lain pihak, dapat dijelaskan bahwa materi adalah kenyataan yang belum terwujud, yang belum ditentukan, tetapi yang memiliki potensi, bakat untuk menjadi terwujud atau menjadi ditentukan oleh bentuk. Padanya ada kemungkinan untuk menjadi nyata, karena kekuatan yang membentuknya.
Sedangkan bentuk ( eidos ) adalah pola segala sesuatu yang tempatnya di luar dunia ini, yang berdiri sendiri, lepas dari benda yang konkret, yang adalah penerapannya. Bagi Aristoteles, eidos adalah asas yang berada di dalam benda yang konkret, yang secara sempurna menentukan jenis benda itu, yang menjadikan benda yang konkret itu disebut demikian ( misalnya disebut meja, kursi, dan lain-lain ). Jadi, segala pengertian yang ada pada manusia, seperti meja, kursi tersebut bukanlah sesuai dengan realitas ide yang berada di dunia ide, melainkan sesuai dengan jenis benda yang tampak pada benda konkret.
Demikianlah materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat terwujud tanpa bentuk, sebaliknya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari bentuk dan materi.
c.       Aliran Pluralisme, berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralism bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuannyanyata. Pluralisme sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan ala mini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas.
d.      Aliran Nikhilisme, menyatakan bahwa dunia ini terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Aliran ini tidak mengakui validitas alternative positif. Dlam pandangan nikhilisme, Tuhan sudah mati. Manusia bebas berkehendak dan berkreativitas.
e.       Aliran Agnotisme, menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik kenyataannya. Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh indranya maupun oleh fikirannya. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani.















BAB III
            PENERAPAN FILSAFAT ILMU DALAM LINGKUNGAN KERJA/KESEHARIAN
beberapa orang menganggap kepemilikan uang adalah segalanya dalam hidup. Filsafat tidak menerima itu begitu saja. Ia mencoba untuk mencari apa itu yang segalanya dalam hidup. Paham eudaimonisme mengatakan bahwa itu adalah kebahagiaan. Apakah dengan kepemilikan uang maka orang akan bahagia? Belum tentu, karena itu hanya bersifat material. Kebahagiaan tidak mudah diterjemahkan begitu saja, maka uang pun bukan jawaban. Lalu dimana metafisikanya? Hal ini terletak pada materi dan non-materi. Bahwa memiliki uang pun juga tidak salah karena manusia butuh untuk memenuhi kebutuhannya, namun menyerahkan diri demi uang juga bisa menjerumuskan manusia. Kedua logika itu tidak salah karena keduanya logis. Maka, metafisika keduanya pun juga sah karena bersifat universal. Indikator yang dipergunakan adalah terkait dengan diri manusia itu sendiri. Baik itu di luar diri manusia, toh itu berorientasi pada diri manusia.
Seperti telah dicontohkan di atas, metafisika itu ada namun tidak ada. Ia ada karena terkandung secara universal dalam suatu hal namun tidak terlihat jelas dalam hal itu. Ia mempertanyakan hal yang tidak biasa. Masih terkait uang, ilmu ekonomi berusaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha yang minimal, namun apakah itu membawa keadilan bagi semua orang itu adalah hal yang berbeda. Aspek keadilan inilah yang tak terlihat dan melampaui sisi fisik uang tersebut. Bukan nominal uang yang dicari(emerging), tapi bagaimana itu bisa menjadi baik bagi yang lain (becoming). Maka hal ini juga menjelaskan bahwa metafisika bersfat melampaui pengetahuan. Ia memahami apa yang ada dibalik suatu hal dengan mendalami pondasi fundamental hal tersebut. Heidegger menyebutnya sebagai trancendental horizon[5], bahwa metafisika berada pada suatu wilayah yang melampaui sisi imanen fisik dalam suatu hal. Sisi imanen dan transenden dalam suatu hal pada dasarnya sudah ada, namun manusia kebanyakan hanya melihat yang fisik saja. Maka pertanyaan-pertanyaan yang repetitif menuju pada hal yang fundamental perlu dimunculkan melalui filsafat. Manusia terlalu terikat pada yang fisik, maka ia sesungguhnya hanya perlu membangkitkan keinginan untuk membiarkan kebenaran itu terjadi






















BAB IV
MASALAH YANG MUNCUL
4.1       Metode pembelajaran demonstrasi
Metode pembelajaran demonstrasi adalah model mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihat bagaimana melakukan sesuatu pada peserta didik. Sebagai metode penyajian tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi siswa hanya sekedar memperhatikan. Dalam strategi pembelajaran ini dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran.
Penggunaan metode ini selalu diikuti dengan eksperiment apapun yang dilakukan oleh guru maupun siswa tanpa diikiuti eksperimen tidak akan mencapai hasil yang efektif dalam melaksanakan demonstrasi guru menjelaskan apa yang akan di demonstrasikan sehingga semua siswa dapat mengikuti jalannya demostrasi tersebut.










BAB V
SOLUSI
Metode pembelajaran demonstrasi adalah model mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihat bagaimana melakukan sesuatu pada peserta didik. Sebagai metode penyajian tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Metode pembelajaran demonstrasi akan berjalan baik apabila guru sudah paham dengan materi yang akan di eksperimenkan agar siswa memang benar-benar memahami materi yang diajarkan. Guru juga harus mempersiapkan alat dan bahan yang akan di eksperimenkan. Materi harus disesuaikan dengan bahan dan alat yang akan di pakai.














BAB VI
KESIMPULAN
Beberapa orang menganggap kepemilikan uang adalah segalanya dalam hidup. Filsafat tidak menerima itu begitu saja. Ia mencoba untuk mencari apa itu yang segalanya dalam hidup. Paham eudaimonisme mengatakan bahwa itu adalah kebahagiaan. Apakah dengan kepemilikan uang maka orang akan bahagia? Belum tentu, karena itu hanya bersifat material. Kebahagiaan tidak mudah diterjemahkan begitu saja, maka uang pun bukan jawaban. Lalu dimana metafisikanya? Hal ini terletak pada materi dan non-materi. Bahwa memiliki uang pun juga tidak salah karena manusia butuh untuk memenuhi kebutuhannya, namun menyerahkan diri demi uang juga bisa menjerumuskan manusia. Kedua logika itu tidak salah karena keduanya logis. Maka, metafisika keduanya pun juga sah karena bersifat universal. Indikator yang dipergunakan adalah terkait dengan diri manusia itu sendiri. Baik itu di luar diri manusia, toh itu berorientasi pada diri manusia.
Seperti telah dicontohkan di atas, metafisika itu ada namun tidak ada. Ia ada karena terkandung secara universal dalam suatu hal namun tidak terlihat jelas dalam hal itu. Ia mempertanyakan hal yang tidak biasa. Masih terkait uang, ilmu ekonomi berusaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha yang minimal, namun apakah itu membawa keadilan bagi semua orang itu adalah hal yang berbeda. Aspek keadilan inilah yang tak terlihat dan melampaui sisi fisik uang tersebut. Bukan nominal uang yang dicari(emerging), tapi bagaimana itu bisa menjadi baik bagi yang lain (becoming). Maka hal ini juga menjelaskan bahwa metafisika bersfat melampaui pengetahuan. Ia memahami apa yang ada dibalik suatu hal dengan mendalami pondasi fundamental hal tersebut. Heidegger menyebutnya sebagai trancendental horizon[5], bahwa metafisika berada pada suatu wilayah yang melampaui sisi imanen fisik dalam suatu hal. Sisi imanen dan transenden dalam suatu hal pada dasarnya sudah ada, namun manusia kebanyakan hanya melihat yang fisik saja. Maka pertanyaan-pertanyaan yang repetitif menuju pada hal yang fundamental perlu dimunculkan melalui filsafat. Manusia terlalu terikat pada yang fisik, maka ia sesungguhnya hanya perlu membangkitkan keinginan untuk membiarkan kebenaran itu terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Mudyaharjo, Redja.2009.Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan pada Khususnya.Jakarta:Rajawali Pers

Ahira, Anne. Aliran Aliran Filsafat Pendidikan. http://www.anneahira.com/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.htm.
Saduyoh, Uyoh, 2015. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:Penerbit Alfabeta



Jumat, 24 November 2017

inovasi kurikulum

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Karunia-Nya makalah yang berjudul “Inovasi Kurikulum” ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Kurikulum danDesain Pembelajaran.
Penulisan laporan ini, penulis yang masih dalam proses pembelajaran menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan makalah kami. Akhir kata kami sampaikan terimakasih.

                                                                             Jambi                               2016                                                      

                                               
                                                                                           Penulis

















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1    Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2    Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3    Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
            2.1 Pengertian Inovasi Kurikulum ....................................................... 3
            2.2 Ciri-Ciri Inovasi Kurikulum ........................................................... 6
            2.3 Hambatan-Hambatan dalam Inovasi Kurikulum ........................... 10
            2.4 Jenis-Jenis Inovasi dalam Pembelajaran ......................................... 18
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 25
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 25
3.2 Saran .............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan IPTEK, masyarakat telah mengalami perubahan pada setiap aspek kehidupannya.Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar terjadi, bahkan para filosof berpendapat  bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang abadi kecuali perubahan.
Perkembangan pendidikan pun akan berjalan seiring dengan dinamika masyarakatnya.Perkembangan pendidikan mempunyai kaitan yang erat dengan kurikulum. Bagaimanapun, kurikulum sangat berperan penting dalam suatu pendidikan karena kurikulum merupakan kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan pesertadidik yang terperinci  dan hal-hal yangmencakup pada kegiatan yang bertujuan untuk  mencapai tujuan yang diinginkan.
Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, kurikulum pun harus dapat menyesuaikannya. Namun dalam prakteknya di lapangan, seringkali kurikulum dijadikan objek penderita, dalam pengertian bahwa ketidakberhasilan suatu pendidikan diakibatkan terlalu seringnya kurikulum tersebut berubah. Padahal, seharusnya dipahami bahwa kurikulum seyogyanya dinamis, harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya.
Semua perubahan akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum tanpa perubahan akan membawa bencana dan malapetaka, sebab mengkondisikan kurikulum dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan generasi bangsa tersebut tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan.
Dengan demikian, Inovasi kurikulum yang merupakan suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum terdahuluselalu dibutuhkan, untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan inovasi kurikulum?
2.      Bagaimana masalah pendidikan sebagai sumberi inovasi?
3.      Bagaimana difusi dan keputusan inovasi?
4.      Apakah hambatan-hambatan inovasi?
5.      Apakah jenis inovasi dalam kurikulum dan pembelajaran ?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui  inovasi kurikulum
2.      Mengetahui masalah pendidikan sebagai sumber inovasi
3.      Mengetahui difusi dan keputusaninovasi
4.      Megetahui hambatan-hambatan inovasi
5.      Mengetahui jenis inovasi dalam kurikulum dan pembelajaran

























BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.     Pengertian inovasi
Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi social tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bias benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut denan invention, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks social yang lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery. Proses invention, misalkan penerapan metode atau pendekatan pembelajaran yang benar-benar baru dan belum dilaksanakan di mana pun untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, contohnya berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kita dapat mendesain pembelajaran melalui Hand Phone yang selama ini belum ada, sedangkan proses discovery, misalkan  pemggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut, yang sebenarnya model pembelajaran tersebut sudah dilaksanakan di negara-negara lain, atau pembelajaran melalui jaringan internet. Jadi dengan demikian inovasi itu dapat terjadi melalui proses invention atau melalui proses discovery.
Merujuk kepada penjelasan diatas, maka inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.
Dalam bidang pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya keresahan pihak-pihak tertentu tentang penyelenggaraan pendidikan. Misalkan, keresahan guru tentang pelaksanaan proses belajar mengajar yang dianggapnya kurang berhasil keresahan pihak administrator pendidikan tentang kinerja guru atau mungkin keresahan masyarakat terhadap kinerja dan hasil bahkan sistem pendidikan. Keresahan-keresahan itu pada akhirnya membentuk permasalahan-permasalahan yang menuntut penanganan dengan segera. Upaya untuk memecahkan masalah itulah muncul gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi. Dengan demikian, maka dapat kita katakan bahwa inovasi itu ada karena adanya masalah yang dirasakan, hampir tidak mungkin inovasi muncul tanpa adanya masalah yang dirasakan.
2.2     Masalah pendidikan sebagai sumber inovasi
Ada beberapa masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya otonomi daerah sebagai konsekuensi penerapan undang-undang nomor 22 tahun 1999, permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks. Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah efektivitas dan efisiensi, masalah daya tamping sekoloah yang terbatas.
1.      Masalah relevansi pendidikan
Maka yang dimaksud dengan tuntutan dan harapan. Dalam konteks pendidikan, relevansi adalah kesesuaian antara pelaksanaan dan hasil pendidikan deengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Masalah relevansi pendidikan ini dapat dilihat dari tiga sisi: pertama, relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa, artinya apa yang diberikan disekolah harus sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tuntutan masyarakat tempat siswa tinggal. Selama ini kurikulum kita dianggap kurang menyentuh kebutuhan dan keasaan atau kondisi lingkungan siswa. Oleh karena itu, penerapan kurikulum muatan local merupakan sesuatu inovasi dalam kbidang pendidikan untuk memecahkan masalah tersebut. Melalui kurikulum muatan likal, diharapkan apa yang diberikan di sekolah akan menjadi relevan dengan kebutuhjab dan tuntutan ligkungan hidup siswa.
Kedua, relecansi pendidikan dengan tuntutan kehidupan siswa baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan dating. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa isi kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan siswa pada masa yang akan dating. Pendidikan bukan hanya berfungsi untuk mengawetkan kebudayaan masa lalu, akan tetapi juga utuk mempersiapkan siswa agar kelak dapat hidup menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, apa yang diberikan di sekolah harus teruji, bahwa semua itu memiliki nilai guana untuk kehidupan siswa di masa yang akan dating.
Ketiga, relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa sekolah memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan anak didik yang memiliki keterampilah dan kemampuan sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Seperti yang telah disinggunga dalam bagian terdahulu, bahwa salah satu asas pengembangan kurikulum adalah asas sosiologis yang mengandung makna, bahwa kurikulum harus memerhatikan tuntutan dan kebutuhanmasyarakat termasuk tuntutan dunia kerja. Pendidikan berfungsi untuk mendidik manusia yang produktif, yang mampu bekerja dalam bidangnya masing-masing. Pada saat ini seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu banyak bidang-bidang keterampilan yang harus dimiliki anak didik. Dan pada keyataaya salah satu kritikan yang muncul kepermukaan dewasa ini adalah bahwa pendidikan kita dianggap masih sangat lemah dalam mempersiapkan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dunia kerja.
Untuk menjawab masalh ini, inovasi pendidikan telah banyak di lakukan. Misalnya, penerapan siseem ganda untuk sekolah-sekolah kejuruan. Melalui system ini siswa tidak hanya dibekali dengan teori-teori akan tetapi dalam kurun waktu tertentu, mereka diharuskan melakukan magang di berbagai tempat seperti pusat-pusat industry yang akan menyerap mereka sebagai tenaga kerja. Dengan system ini deharapkan manakala mereka lulus kelak, mereka sudah paham apa yang harus dikerjakan.


2.      Masalah kualitas pendidikan
Selain masalah relevansi, maka rendahnya kualitas pendidikan jug dianggap sebagai suatu masalh yang dihadapi dunia pendidikan kita dewasa ini. Rendahnya kualitas pendidikan ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari segi proses dan kedua dari segi hasil.
Rendahnya kualitas pendidikan dilihat dari sisi proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang dibanyun oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau bertumpu pada megembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu mengembangkan kreativitas berpikir proses pendidian atau proses belajar mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi dan bahan-bahan hafalan. Komunikasiterjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa melalui pendikatan ekspositori yang dijadikan sebagai alat utama dalam proses pembelajaran.
Dari sisi hasil, rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari tidak meretanya setiap sekolah dalam mencapai rata-rata Nilai Ujian Nasional. Ada sekolah yang dapat mencapai rata-rata UN yang tinggi, namun di lain pihak banyak sekolah yang mencapai UN jauh dibawah standar.
Beberapa usaha yang dilakukan untuk memecahkan masalh tersebut diantaranya dingan meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum, seta menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan dinggap memadai. Peningkatan kualitas atau mutu guru, di antaranya dengan meningkatkan latar belakang akademis mereka melalui pemberian kesempatan untuk mengikuti program-program pendidikan, serta memberikan penataran-penataran dan pelatihan-pelatihan. Untuk guru SD, SMP, dan SMA misalkan, mereka diharuskan berlatar belakang akademisi S1.
Perbaikan kurikulum dilakukan bukan hanya membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lingkungan masyarakat lokal, akan tetapi juga inovasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan memperkenalkan penggunaan pendekatan Cara Belajar Siawa Aktif (CBSA), pendekatan keterampilan proses, Contekstual Teaching and Learning dan lain sebagainya.
3.      Masalah efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas berhubungan dengan tingkat keberhasilan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skla yang sempit seperti tujuan pembelajaran khusus, maupun tujuan dalam skala yang lebih luas, seperti tujuan kurikuler, tujua institusional dan bahkan tujuan nasional. Dengan demikian, dalam konteks kurikulum dan pembelajaran suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi manakala program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Misalkan, untuk mencapai tujuan tertentu, guru memprogramkan 3 bentuk kegiatan belajart mengajar. Manakala berdasarkan hasil evaluasi setelah dilaksanakan program kegiatan belajar mengajar itu, tujuan pembelajaran telah dicvapai oleh seluruh siswa, maka dapat dikatakan bahwa program itu memiliki efektivitas yang tinggi. Sebaliknya, apabila diketahui setelah pelaksanaan proses belajar menajar, siswa belum mampu mencapai tujuan yang diharapkan , maka dapat dikatakan bahwa program tersebut tidak efektif.
Dengan cara yang sama, dapat dilakukan untuk melihat efektivitas program pendidikan dalam upaya mencapai tujuan yang lebih luas, misalkan tujuan institusional. Untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan (institusi) tertentu diberikan sejumlah program pendidikan baik program interakulikuler maupun program ekstrakurikuler. Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan diketahui bahwa setiap lulusan memiliki kebmampuan sesuai dengan tujuan lembaga itu, maka program pendidikan yang dilaksanakan dianggap efektif; dan sebaliknya manakala lulusan tidak mencerminkan kemampuan yang diharapkan, maka program pendidikan yang diselengggarakan oleh lembaga yang bersangkutan dianggap kurang  efektif.
Efisiensi berhubungan dengan jumlah biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, sesuatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi, manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapat menghasilkan atau dapat mencapai tujuan yang maksimal. Sebaiknya, program dikatakan tidak efesien apaila biaya dan tenaga yang dikeluarkan sangat besar, akan tetapi hasil yang diperoleh kecil. Sehubungan dengan masalah efisiensi ini, sebaiknya setiap guru membuat program yang benar-benar dapat menunjang kertercapaian tujuan pembelajaran. Sekolah dan guru harus menghindari program-program kegiatan yang banyak memerlukan biaya, waktu dan tenaga, padahal kegiatan tersebut tidak atau krang mendukung terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
4.      Masalah daya tampung yang terbatas.
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah terbatasnya daya tampung sekolah khususnya pada tingkat SLTP. Masalah ini muncul setelah keberhasilan penyelenggaraan SD inpres, yang mengakibatkan meledaknya lulusan sekolah dasar, sehingga menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas agar dapat menampung para lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP.
Keberhasilan program inpres ini juga membawa dampak kepada permasalahan akan banyaknya minat lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis, social, ekonomi mereka yang kurang mendukung, misalkan karena tempat tinggal mereka yang jauh berada di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, atau kemaampuan social ekonomi mereka yang rendah. Untuk memecahkan masalah yang demikian, pemerintah memerlukan langkah-langkah yang inovatif, yaitu langkah yang dapat menyediakan kesempatan belajar seluas-luasnya untuk mereka dengan biaya yang rendah tanpa mengurangi mutu pendidikan.
2.3.      Difusi dan keputusan inovasi
Difusi adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk inovasi antara warga masarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
Ada dua bentuk system difusi, yaitu difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi. Difusi sentralisasi adalah difusi yang bersifat memusat. Artinya segala bentuk keputusan tentang komunikasi inovasi ditentukan oleh orang- orang yang merumuskan bentuk inovasi. Misalnya, kapan inovasi itu disebarluaskan, bagaimana caranya, siapa yang terlubat unutk menyebarkan informasi inovasi, bagaimana mengontrol penyebaran itu, seluruhnya ditentukan oleh pembawa dan perumus perubahan secara spontan. Sedangkan yang dimaksud difusi desentralisasi proses penyebaran itu seluruhnya ditentukan oleh pembawa dan perumus perubahan secara spontan, sedangkan yang dimaksud difusi desentralisasi proses penyebaran informasi inovasi dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam proses difusi desentralisasi keberhasilan difusi tudak ditentukan oleh orang-orang yang merumuskan inovasi akan tetapi sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri sebagai penggagas dan pelaksana difusi.
Proses difusi diarahkan agar muncul pemahaman yang sama tentang inovasi. Oleh karena itu, agar terjadi proses difusi yang efektf perlu direncanakan. Proses perencanaan difusi dinamakan diseminasi.Dengan kata lain deseminasi dapat diartikan sebagai proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan dan dikelola secara baik, dengan demikian, keberhasilan suatu penyebaraninovasi sangat terbantung kepada prosses diseminasi.
Bagaimana agar terjadi proses difusi sehingga inovasi itu mudah diterima oleh anggota masyarakat atau sasaran inovasi? Hal ini tergantung beberapa faktor di antaranya:
1.      Faktor pembiayaan (Cost). Biasanya semakin murah biaya yang dileluarkan untuk suatu inovasi, maka akan semakin mudah diterima oleh kelompok masyarakat sasaran, walaupun kualitas inovasi itu sendiri sangat ditentukan oleh mahalnya biaya yang dikeluarkan. Misalnya, mengapa PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) sebagai suatau bentuk inovasi penyelenggaraan system pendidikan tidak dilanjutkan? Hal ini mungkin bukan karena ketidakberhasilan sestem pendidikan etu, akan tetepi terlalu mahalnya embiayaan yang harus dikeluarkan dibandingkan dengan persekolahan biasa.
2.      Risiko yang muncul sebagai akobat pelaksanaan inovasi. Inovasi akan mudah diterima manakala memiliki efek samping yang sangat kecil, baik yang berkaitan dengan polotok maupun keamanan dan keselamatan penerimanya. Suatu inovasi tidak akan mudah dan dapat di ertima apabila memiliki risiko yang tinggi.
3.      Kompleksitas. Inovasi akan mudah diterima oleh masyarakat sasaran maknakala bersifat sederhana dan mudah dikomunikasikan. Semakin rumit bentuk inivasi itru, maka akan semakin sulit juga untuk diterima.
4.      Kompabilitas. Artinya, mudah atau sulutnya suatu invasi diterima oleh masyrakat sasaran ditentukan juga oleh kesesuaianya dengan kebutuhan, tingkat pengetahuan, dan keyakinan masyarakat pemakai. Suatu bentuk inivasi akan sulit diterima manalkala tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai atau sulit dipahami karena tidak sesuai dengan tingkat pemgetahuan mereka.
5.      Tingkat keandalan. Suatu bentuk inovasi akan mudah diterima manakala diketahui tingkat keandalannya. Untuk mengetahui tingkat keandalannya itu bentuk inovasi terlebih dahulu harus diujivobakan secara ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Tanpaa keandalan yang pasti, orang akan ragu untuk mengadopsinya.
6.      Keterlibatan. Bentuk inovasi yag dalam proses penyusunannya melibatkan kelompok masyarakat sasran, akan mudah diterima. Misalkan untuk pembaruan dalam system pembelajaran, proses penyusunan inovasi melibatkan PGRI sebagai organisasi guru atau melibatkan perwakolan guru-guru tertentu yang dianggap berpengalaman.
7.      Kualitas penyuluh. Inovasi perlu disosialisasikan untuk diketahui dan dipahami oleh masyarakat sasaran. Dalam proses sosilisai itu perlu dirancang sedeminian rupa sehingga  mudah dipahami. Salah satu factor yang menentukan dalam proses sosialisasi adalah factor kualitas penyluh. Kualitas penyuluh ditentukan bukan hanya oleh kemampuan penyuluhnya saja, akan tetapi tingkat keahlian yang bersangkutan. Proses penyuluhan yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap kurang berpengalaman, akan sulit meyakinkan madsyarakat sasaran.
Faktor-faktor diatas, sangat mempengaruhi keberhasilan penyebaran dan penerimaan inovasi pendidikan. Oleh karena itu factor-faktor tersebut dapat juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan berbagai bentuk inovasi pendidikan.
Selanjutnya, bagaimana keputusan masyarakat sasaran dalam menerima suatu inovasi. Ibrahim (1988) menyatakan ada tiga tipe keputusan penerimaan inovasi, yaitu keputusan inovasi opsional, kolektif keputusan otoritas. Keputusan opsional adalah keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa adanya pengaruh dari orang lain. Jadi dengan demikian, dalam keputusan opsional yang berperan untuk menolah atau menerima inovasi adalah individu itu sendiri.
Keputusan inovasi kolektif adalah keputusan yang didasarkan oleh kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat. Setiap anggota kelompok harus menaati untuk menerima atau menolak inovasi sesuai dengan keputusan kelimpok walaupun keputusan itu mungkin kurang sesuai dengan pendapatnya.
Keputusan inovasi otritas, adalah keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi ditentukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kewenangan dan pengaruh terhadap anggota kelompok masyarakatnya. Anggota kelompok masyarakat sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak. Mereka hanya memiliki kewajiban untuk melaksanakan segala keputusan secara otoritas. Misalkan, kalau kepala dinas pendidikan mengharuskan semua guru untuk menerapkan metode SAS dalam pembelajaran bahasa, maka setiap guru harus melaksanakannya, walaupun mungkin ada guru yang menganggap metode tersebut kurang pas.
2.4.      Hambatan-hambatan inovasi
Suatu pembaruan atau inovasi sering tidak berhasil dengan optimal. Hal ini desebabkan oleh adanya  berbagai hambatan yang muncul seperti hambatan geografis, hambatan ekonomi yang tidak memadai, hambatan social cultural dan lain sebagainya. Berbagai hambatan tersebut tentu saja dapat memengaruhi keberhasilan suatu inovasi. Ibrahim (1988) mencatat ada 6 faktor utama yang dapat menghambat suatu inovasi. Keenam factor tersebut dijelaskan dibawah ini.

1.       Estimasi yang tidak tepat
Sering terjadi kegagalan suatu inovasi disebabkan kurang matangnya perkiraan atau kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul.
Factor estimasi atau perencanaan dalam inovasi merupakan salah satu factor yang sangat berpengaruh terhadap keberhadilan inovasi. Hambatan yang disebabkan kurang teptnya estimasi ini di antaranya mencakup kurang adanya pertimbangan implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antarangggota team pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang ingin dicapai, tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat misalnya, dalam hal pengambilan keputusan dan kebijakan yang dianggap perlu. Disamping itu, dalam proses perencanaan juga mungkin terjadi hambatan yang muncul dari luar, misalnya adanya tekanan dari pihak tertentu (seperti pemerintah) utntuk mempercepat hasil inovasi.
Untuk mencegah adanya hambatan di atas, maka proses menyusun perencanaan inovasi perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi berbagai pihak yang dirasakan akan berpengaruh. Pengaturan wewenang dan tugas perlu direncanakan dengan matang sehingga setiap orang yang terlibat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
2.       Konflik dan motivasi
Konflik biasa terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalny ada pertentangan antara anggota tim, kurang adanya pengertian serta adanya pertentangan antara anggota tim inovasi. Pertentangan-pertentangan seperti itu bukan saja dapat menghambat akan tetapi mungkin dapat merusak proses inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, para perancang inovasi harus mengantisipasi adanya pertentangan tersebut. Di samping konflik, factor yang dapat menghambat bias juga ditambah oleh motivasi, misalnya motivasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat yang justru memegang kunci, adanya pandangan yang sembit dari beberapa orang yang dianggap penting dalam proyek inovasi, bantuan-bantuan yang tidak sampai, adanya sikap yang tidak terbuka dari pemegang jabatan proyek inovasi dan lain sebagainya.
3.       Inovasi tidak berkembang.
Hambatan lain yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabakan kurang berkembannya proses inovasi itu sendiri. Beberapa factor yang dapat memengaruhi diantaranya, pendapat yang rendah, factor yang dapat memengaruhi di antaranya, pendapat yang rendah, factor geografis, seperti tidak memahami kkondisi alam., letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi sehingga dapat menghambat pengiriman bahan-bahan financial, kerangnya sarana komuikasi, iklim dan cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.
4.       Masalam financial
Keberhasilan pencapaian program inovasi sangat ditentukan oleh dana yang tersidia. Sering terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa factor yang dapat menyebabkan maslah financial ni di antaranya, bantuan dana yang sangat minim sehingga dapat mengganggu dalam operasional inovasi, kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan, menundaan bantuan dana.
5.       Penolakan dari kelompok penenu
Ketidakberhasilan inovasi dapat juga ditentukan oleh khususnya kelompok masyarakat yang menentukan seperti golongan elite, tokoh masyarakat dalam suatu system social, manakala terjadi penolakan dari kelompok tersebut terhadap suatu inovasi, maka proses inovasi akan mengalami  ganjalan. Penolakan inovasi sering ditunjukan oleh kelompok social yang tradisional dan konservatif. Kelompok social yang demikian, biasanya merasa puas dengan hasil yang telah diapai, bagaimanapun hasil itu dirasakn sangat minimal. Untuk itulah dalam upaya keberhasiklan inovasi perlu dilakukan sosialisasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.

6.       Kurang adanya hubungan social
Factor lainnya yang dapat menghambat proses inovasi adalah kurang adanya hubungan social yang baik antara berbagai pihak khususnya bantar anggota team, sehingga terjadi ketidak harmonisan dalam bekerj. Dengan demikian, adanya hubungan  yang baik harus diciptakan dengan melakukan pertukaran pikiran secara kontinu antara sesame anggota team.

2.5.    Berbagai jenis inovasi dalam kurikulum dan pembelajaran.
Sebagai usaha mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah terus-menerus malakukan berbagai perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan kurikulum. Beberapa pembaruan (inovasi) yang telah dilakukan dikemukakan di bawah ini.
1.      Pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
Sejak lama bahkan sejak kemerdekaan repblik Indonesia ini, kurikulum di Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah kurang bahkan tidak diberi ruang yang ukup untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Sekolah dan tentu saja guru hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang seluruhnya di atur oleh pusat, mullah isi pelajaran, system penilaian bahkan waktu pemberian materi pelajaran kepada siswa melalui bentuk kurikulum yang bersifat matriks. Baru sejak tahun 2006, terjadi perubahan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum seiring dengan diberlakukannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Kurikulum tidak lagi sepenuhnya diatur oleh pusat, akan tetapi ditentukan oleh daerah masing-masing melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar nasional pendidikan (BSNP). Dilihat dari adanya perubahan system manajemen kurikulum itulah, maka dapat kita katakana bahwa pemberlakuan KTSP merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum yang ada di Indonesia. Tidak demikian dengan KTSP sebagai kurikulum operasioanal, disusun dan  dikembangkan oleh sekolah seauai dengan kondisi daerah.
Makakala kita analisis konsep di atas, maka ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional. Pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional. Maka dalam pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari ketetapaan-ketetapai yang telah disusun pemerintah sevara nasional. Artinya walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya saja; sedangkan yang menjadi rukukan pengebmbangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri serta  jumlah jam pelajaranya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri sert kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran itu. Hal ini sesuai dengan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tukuan pendidikan nasional. Daerah dalam menentukan isi pelajaran terbatas pada pengambangan kurikulum muatan lolkal, yakni kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan diri yang sesuai dengan minat siswa. Jumlah jam pelajaran kudua aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.
Kedua, sebagai kurikulum operasional, para pengembang KTSP, di tuntut dan harus memerhatikan cirri khas kedaerahan, sesuai dengan bunyi Undang-undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami, sebab walaupun standaar isi ditentukan oleh pemerintah, akan tetapi dalam operasional pembelajarannya yang direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang kurikulum tidak terlepas dar   keadaan dan kondisi daerah.
Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam mengemangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media pembelajaran dan dalam menentukan evaluasi yan gdilakukan termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan serta kapan suatu topic materi harus dipelajari siswa agar kompetensi dasr yang telah ditentukan dapat tercapai. Sebagai kurikulum operasional, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       KTSP adalah kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat kita lihat dari struktur kurikulum KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap mata pelajara yang harus dipelajari ituselain sesuai dengan nama-nama disiplin ilu juga ditentukan jumlah jam pelajaran secara ketat, maka dapat dikatakan bahwa KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada sdisiplin ilmu.
b.      KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengemangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitasa siswa untuk mencari dan menemukan sendiri matei pelajaran melalui berbagai pendikatan  dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya, melalui CTL, inkuiri, pembelajaran fortopolio dan lain sebagainya. Demikian juga, secara tegas dalam struktur kuikulum terdapat komponen pengembangan diri.
c.       KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkunganya. Dengan demikian, maka KTSP adalahkurikulum yang dikembangkan oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan lokalnya KTSP didasarkan pada keberagaman kondisi, social, budaya yang berbeda masing-basing daerahnya.
d.      KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian di jabarkan pada indicator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagian bahan penilaian.

2.      Penyelenggaraan sekolah lanjutan pertama terbuka (SLTPT)
SLTPT terbuka merupakan sekolah menengah umum tingkat pertama yang kegiatan belajarnya dilaksanakan sebagian besar di luar gedung sekolah. Penyampaian pelajaran dilakukan dengan memenfaatkan berbagai media sebagai pengganti guru, misalnya dengan menggunakan paket belajar berupa modul dan pemanfaatan media elektronik seperti radio.
SLTPT terbuka diselenggarakan untuk meningkatkan pemerataaan pendidikan, khususnya bagi lulusan SD yang ingin melenjutkan pendidikannya, akan tetapi tidak dapat merealisasikan niatnya disebbkan factor geografi, social dan ekonomi. Cirri-ciri SLTPT terbuka adalah sebagai berikut:
a.       Terbuka bagi peserta didik tanpa pembatasan umur dan syarat-syarat akademis.
b.      Terbuka dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jangka pendik yang bersifat praktis, incidental dan individual (perorangan).
c.       Dalam prosees belajar mengajar bersifat terbuka yang tidak selalu harus diselenggarakan di dalam kelas mellui tatap muka dengan guru, akan tetapi dapat dilakukan di luar kelas sesuai dengan kesempatan masing-masing dengan belajar melalui berbagai media, seperti fadio, media cetak, film, foto dan lai sebagainya.
d.      Peserta didik dapat secara bebbbbas mengikuti program belajar sesuai dengan kesempatan yang tersedia.
e.       SLTP Terbuka dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, para tokoh masyarakat, orang tua peserta didik dan pamong pemerintah setemat.
Tujuan yang ingin dicapaaaai oleh SLTP Terbuka adalah agar lulusan:
a.       Menjadi warga Negara yang baik sebagai manusia yang sehat, dan kuat lahir dan batin.
b.      Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di sekolah dasar.
c.       Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan atas dan utuk tujuan ke masyarakat.
d.      Meningkatkan didiplin siswa.
e.       Menilai kemajuan siswa dan memantapkan hasil pelajaran dengan media.
3.      Pengajaran melalui modul
Pengajaran melalui odul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang pernah ada di Indonesia yang digunakan dalam berbagai penyelennggaraan pendidikn baik formal maupun non formal.
Dalam konkeks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang durumuskan secra khusus dan jelas. Dalam sebuah modul durumuskan suatu unit pengajaran secra jelas, dru mulai juruan yang harus dicpai, petunjuk pembelajaran atau rangkaian pembelajaran atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa, materi pembelajaran sampai kepada evaluasi beserta pedoman menentukan keberhasilannya. Dengan demikian, melalui modul siswa dapat belajar mandiri (self instructon), tanpa bantuan guru.













BAB III
KESIMPULAN
Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi social tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bias benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut denan invention, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks social yang lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery
Ada beberapa masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya otonomi daereh sebagai konsekuansi penerapan undang-undang nomor 22 tahun 1999, permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks. Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah efektivitas dan efisiensi, masalah daya tamping sekoloah yang terbatas.
1.      Masalah relevansi pendidikan
2.      Masalah kualitas pendidikan
3.      Masalah efektivitas dan efisiensi.
4.      Masalah daya tampung yang terbatas.
Difusi adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk inovasi antara warga masarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula.



Daftar pustaka
Rudi susilana. 2006. Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: UPI
Subandijah. (1993). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Joyce, Bruce & Well, Marsha. (1996). Models of Teaching. Englewood Clifs. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Sukmadinata, Nana Syaodih, (1997). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.