BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan metafisika adalah pengetahuan
supra-rasional tentang obyek yang supra-rasional. Banyak pandangan yang telah
membawa perubahan besar pada pola pikir manusia dan masyarakat modern, yang
mendasarkan diri pada filsafat rasionalisme dan empirisme, sehingga realitas
yang dianggap nyata adalah yang empirik, atau yang bisa dipikirkan secara
rasional. Di luar semua itu, dipandang dan diyakini sebagai sesuatu yang tidak
nyata. Inilah yang disebut dengan aliran intuisionisme. Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi
bersifat personal dan tidak bisa diperdiksi. Intuisi inilah yang menjadi
pengetahuan mistik.
Namun
seiring perkembangan zaman, pengetahuan mistik menjadi terkesampingkan, akibat
dari positivisme dan kemajuan ilmu pengetahuan maka comte pun menganjurkan pola
hidup sekuler dengan cara meninggalkan hal-hal yang berbau mistik ataupun agama
karena merupakan anakronisme yang harus ditinggalkan. Dan orang yang masih
berpegang pada agama merupakan ciri orang primitip. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan diuraikan tentang hakikat pengetahuan metafisika, struktur
pengetahuan metafisika dan aliran-aliran dari pengetahuan metafisika.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Metafisika ?
2. Bagaimana struktur dari pengetahuan Metafisika ?
3. Apa saja aliran – aliran dalam Metafisika ontologi ?
C. Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, terdapat beberapa tujuan, di antaranya :
1. Untuk mengetahui apa maksud dari Metafisika.
2. Untuk mengetahui struktur dari pengetahuan Metafisika.
3. Untuk mengetahui aliran-aliran dalam Metafisika ontologi.
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Metafisika ?
2. Bagaimana struktur dari pengetahuan Metafisika ?
3. Apa saja aliran – aliran dalam Metafisika ontologi ?
C. Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, terdapat beberapa tujuan, di antaranya :
1. Untuk mengetahui apa maksud dari Metafisika.
2. Untuk mengetahui struktur dari pengetahuan Metafisika.
3. Untuk mengetahui aliran-aliran dalam Metafisika ontologi.
BAB II
KAJIAN FILSAFAT ILMU
2.1 Pengertian Metafisika
Metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat
mendasar yang berada diluar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji segala
sesuatu secara konferehensif. Menurut Asmoro Ahcmad (2005:14), metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan
yang berada diluar pengalaman manusia. Menurut Ahmadi metafisika mengkaji
sesuatu yang berada diluar hal-hal yang biasa yang berlaku pada umumnya, atau
hal-hal yang tidak alami serta hal-hal yang berada diluar kebiasaan atau diluar
pengalaman manusia.
Sebagaimana telah
disinggung pada bab sebelumnya, tentang cabang-cabang filsafat bahwa istilah
metafisika itu berasal dari akar kata “meta” dan “fisika”. Meta berarti
“sesudah”, “selain”, atau “dibalik”. Fisika yang berarti “nyata”, dengan kata
lain metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan “hal-hal yang berada
dibelakang gejala-gejala yang nyata”.
Ditinjau dari segi
filsafat secara menyeluruh metafisika adalah ilmu yang memikirkan hakikat
dibalik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari
alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indera.
Arsistoteles
menyinggung masalah metafisika dalam karyanya tentang filsafat pertama yang
berisi hal-hal yang bersifat gaib. Menurut Aristoteles ilmu metafisika termasuk
cabang filsafat teoretis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu sehingga
ilmu metafisika menjadi inti filsafat. Selanjutnya, Aristoteles menjelaskan
bahwa masalah-masaah yang metfsik merupakan sesuatu yang fundamental dari
kehidupan. Oleh karna itu setiap orang
yang sadar berhadapan dengan sesuatu yang metafisik tetap tersangkut didalamnya.
Animisme merupakan
contoh kepercayaaan yang berdasarkan pemikiran
super naturalisme. Naturalisme yaitu paham yang mnolak pendapat bahwa
terdapat wujud-wujud yang bersifat super natural
Pengetahuan metafisika adalah
pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat
yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. Pengetahuan ini kadang-kadang memiliki
bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
Tafsiran
paling pertama yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa
terdapat wujud-wujud bersifat ghaib ( supranatural ) dan wujud ini lebih kuasa
dibandingkan dengan alam nyata.
•
Animisme, mengembangkan metafisika bahwa alam dan
manusia dikuasai oleh wujud-wujud yang bersifat ghaib dan magis. misalnya
(roh-roh yang bersifat ghaib terdapat pada benda, seperti batu, pohon)
merupakan contoh kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme.
•
Naturalisme yaitu paham yang menolak pendapat bahwa
terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural karena naturalism hanya
menerima pandangan yang menyatakan bahwa ada itu semata-mata realitas
alam.
•
Materialisme yang merupakan turunan naturalisme merupakan
paham yang berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh
yang kekuatan ghaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu
sendiri.
Lain lagi pendapat yang disampaikan
oleh kaum mekanistik meliha gejala alam termask mahluk hidup hanya merupakan
getala fisika semata.
2.2. Struktur Pengetahuan Metafisika
Dilihat
dari segi sifatnya mistik dibagi menjadi dua, yaitu :
Ø Mistik
Biasa, jika dalam islam, mistik biasa adalah tasawuf, karena tanpa mengandung
kekuatan tertentu.
Ø Mistik
Magis, adalah sesuatu yang mengandung kekuatan tertentu. Magis ini dibagi dua,
yakni : 1. Magis Putih, selalu dekat hubungannya dengan tuhan, sehingga
dukungan tuhan yang menjadi penentu. Mistik magis putih bila dicontohkan dalam
Islam seperti mukjizat, karamah, ilmu hikmah. 2. Magis Hitam, erat
hubungannya dengan kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibnu Khaldun penganut
magis hitam memiliki kekuatan di atas rata-rata, kekuatan mereka yang
menjadikan mereka mampu melihat hal-hal ghaib dengan dukungan setan dan roh
jahat. Contohnya seperti santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir.
Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini dapat digolongkan menjadi tiga,
diantaranya : Pertama, mereka yang memiliki
kemampuan atau pengaruh melalui kekuatan mental atau himmah. Itu disebabkan
jiwa mereka telah menyatu dengan jiwa setan atau roh jahat. Para filosof
menyebut mereka ini sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka luar biasa. Kedua,
mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan menggunakan watak benda-benda
atau elemen-elemen yang ada di dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada
di bumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk
benda-benda material atau rajah. Ketiga,mereka yang melakukan pengaruh magisnya
melalui kekuatan imajinasi sehingga menimbulkan berbagai fantasi pada orang
yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut kelompok pesulap
2.3 Aliran – aliran dalam Metafisika Ontologi ( Pengetahuan Mistik
)
Ontology
atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara
menyeluruh yang mengkaji persoalan-persoalan, seperti hubungan akal dengan
benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan, dan lainnya.
Di
dalam pemahaman atau pemikiran ontology dapat ditemukan pandangan- pandangan
pokok pemikiran : monoisme, dualisme, pluralisme, nikhilisme, dan agnotisisme.
a.
Aliran Monoisme,
paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa ruhani. Tidak mungkin
ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monoisme oleh
Thomas Davidson disebut dengan block universe. Paham monoisme kemudian terbagi
ke dalam dua aliran :
1.
Aliran materialisme
Menganggap
bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga
disebut dengan naturalisme. Menurutnya, bahwa zat mati merupakan kenyataan dan
satu-satunya cara tertentu.
2.
Aliran idealisme
Menurut
idealisme, gambaran yang benar yang tepat sesuai dengan kenyataan sebagaimana
diteorikan oleh realisme merupakan sesuatu yang mustahil, sesuatu yang tidak
mungkin. Karena itu, idealisme mentakrif hakikat ilmu sebagai hasil dari proses
mental yang niscaya bersifat subyektif. Pengetahuan bagi penganut idealisme
bukan hanya merupakan gambaran subyektif, bukan gambaran obyektif tentang
kenyataan. Dengan demikian, pengetahuan menurut teori idealistik ini tidak
memberikan gambaran yang tepat tentang kenyataan di luar alam pikiran manusia. Dinamakan
juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita sedang spiritualisme berarti
serba ruh, idealism diambil dari kata ‘idea’ yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam ini
semua berasal dari ruh, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang.
Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani. Menurut Rapar
(2005:45), aliran materialisme menolak hal-hal yang tidak terlihat. Bagi
materialisme, ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata
bersifat material atau sama sekali bergantung pada material. Dengan demikian,
bagi materialisme, relaitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan, sesuatu
yang riil atau nyata.
Beberapa
filosof atau tokoh yang tergolong pada aliran materialisme adalah Thales,
Anaximenes, dan Anaximandris. Tokoh atau para filosof yang hidup ratusan tahun
sebelum masehi. Thales mengajarkan bahwa ‘asas permulaan ( arche ) dari segala
sesuatu itu adalah satu, yaitu air. Air adalah pangkal pokok ( asas ) dari
dasar ( prinsip ) segala-galanya. Semua benda terjadi dari air dan semuanya
akan kembali kepada air pula. Berdasarkan rasio dan pengalaman yang dilihat nya
sehari-hari , Thales mrnyimpulkan tentang asal terbuktinya alam ini. Sebagai
orang pesisir, Thales dapat melihat setiap hari brtapa air laut menjadi sumber
hidup. Begitu juga dengan bangsa Mesir, betapa nasib rakyat Mesir sangat
bergantung pada air sungai Nil. Air sungai nil itulah yang menyuburkan tanah
sepanjang yang dilaluinnya dan dimanfaatkan oleh manusia. Jika tidak ada air
sungai Nil itu, negeri Mesir kembali menjadi padang pasir. Demikianlah, air
laut, air sungai menyebarkan bibit kehidupan seluruh dunia. Semuanya itu air !
semuanya bersumber dari asal yang satu, air. Dengan demikian, semuanya itu
satu.
Selain
Thales, muncul Anaximandros (640-540 SM), yang berpandangan tentang asas pemula
dari segala sesuatu adalah hanya satu, yaitu yang tidak terbatas (to aperion).
anaximandros tidak mengakui pandangan Thales yang mengemukakan bahwa asas
pertama adalah air. Sebab air tidak mungkin berada dimana-mana, di tempat kering,
tempat basah, tinggi, rendah, termasuk juga api. Air adalah hal yang terbatas.
Oleh karena itu, anasir utama yang menyusun alam itu adalah yang tidak
terbatas.
Filosof
lain adalah Anaximenes (538-480) yang termasuk kepada aliran materialisme.
Anaximenes memberikan pandangan bahwa asas pemula seluruh alam semesta dengan
segala isinya adalah hawa atau udara. Bukanlah udara itu meliputi seluruh jagat
raya? Begitu Anaximenes beralasan. Aliran idealisme atau aliran spiritualisme
adalah lawan dari aliran materialisme. Menurut aliran idealisme semuanya serba
cita (ideal) atau roh ( spiritual ). Aliran ini menganggap bahwa hakikat segala
sesuatu yang ada berasal dari roh, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak
menempati ruang. Menurut anggapan aliran ini, materi atau zat itu hanyalah
suatu jenis dari pada penjelmaan roh tersebut. Roh adalah sebagai hakikat yang
sebenarnya, sehingga materi hanyalah bayangan atau penjelmaan saja. Aliran
idealisme tumbuh dan berkembang sejak masanya Plato. Plato yang terkenal dengan
pandangannya mengenai ide. Ajaran ide merupakan inti dan dasar seluruh filsafat
Plato. Ide bagi Plato tidak sama dengan pengertian ide yang dipahami oleh
orang pada saat ini. Dasar pokok pemahaman ide itu dikemukakannya sebagai teori
logika., kemudian meluas menjadi pandangan hidup, selanjutnya menjadi dasar
umum bagi ilmu dan politik social dan bahkan mencakup pandangan agama.
Pembahasan lengkap mengenai ketiga aspek ini ( teori logika, dasar umum bagi
ilmu dan politik social, dan pandangan agama) telah diulas pada bab sebelumnya.
b.
Aliran Dualisme,
adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan,
yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh
sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun
ruh muncul bukan karena materi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya
aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua
aliran tersebut.
Aliran
dualisme memandang bahwa alam terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya.
Aliran dualisme merupakan paham yang serba dua, yaitu antara materi dan bentuk.
Menurut paham dualisme , di dalam dunia ini selalu dihadapkan kepada dua
pengertian, yaitu ‘yang ada sebagi potensi’ dan ‘yang ada secara terwujud’.
Keduanya adalah sebutan yang melambangkan materi (hule) dan bentuk(eidos).
Pengertian
materi dalam pandangan aliran dualisme ini tidak sama dengan pengertian materi
yang dipahami sekarang ini. Menurut Aristoteles, materi ( hule ) adalah dasar
terakhir segala perubahan dari hal-hal yang berdiri sendiri dan unsure bersama
yang terdapat di dalam segala sesuatu yang menjadi dan binasa. Materi dalam
arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Tiap
benda yang dapat diamati disusun dari materi. Oleh karena itu, materi mutlak
diperlukan bagi pembentukan segala sesuatu. Di lain pihak, dapat dijelaskan
bahwa materi adalah kenyataan yang belum terwujud, yang belum ditentukan,
tetapi yang memiliki potensi, bakat untuk menjadi terwujud atau menjadi
ditentukan oleh bentuk. Padanya ada kemungkinan untuk menjadi nyata, karena
kekuatan yang membentuknya.
Sedangkan bentuk ( eidos ) adalah
pola segala sesuatu yang tempatnya di luar dunia ini, yang berdiri sendiri,
lepas dari benda yang konkret, yang adalah penerapannya. Bagi Aristoteles,
eidos adalah asas yang berada di dalam benda yang konkret, yang secara sempurna
menentukan jenis benda itu, yang menjadikan benda yang konkret itu disebut
demikian ( misalnya disebut meja, kursi, dan lain-lain ). Jadi, segala
pengertian yang ada pada manusia, seperti meja, kursi tersebut bukanlah sesuai
dengan realitas ide yang berada di dunia ide, melainkan sesuai dengan jenis
benda yang tampak pada benda konkret.
Demikianlah
materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat terwujud tanpa
bentuk, sebaliknya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang
dapat diamati disusun dari bentuk dan materi.
c.
Aliran Pluralisme, berpandangan bahwa segenap
macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralism bertolak dari keseluruhan dan
mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuannyanyata. Pluralisme sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan ala mini tersusun dari banyak unsure,
lebih dari satu atau dua entitas.
d.
Aliran Nikhilisme,
menyatakan bahwa dunia ini terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia.
Aliran ini tidak mengakui validitas alternative positif. Dlam pandangan
nikhilisme, Tuhan sudah mati. Manusia bebas berkehendak dan berkreativitas.
e.
Aliran Agnotisme,
menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik
kenyataannya. Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api dan
sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manusia sangat terbatas dan
tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh indranya maupun oleh
fikirannya. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani.
BAB
III
PENERAPAN FILSAFAT ILMU DALAM
LINGKUNGAN KERJA/KESEHARIAN
beberapa orang menganggap
kepemilikan uang adalah segalanya dalam hidup. Filsafat tidak menerima itu
begitu saja. Ia mencoba untuk mencari apa itu yang segalanya dalam hidup. Paham
eudaimonisme mengatakan bahwa itu adalah kebahagiaan. Apakah dengan kepemilikan
uang maka orang akan bahagia? Belum tentu, karena itu hanya bersifat material.
Kebahagiaan tidak mudah diterjemahkan begitu saja, maka uang pun bukan jawaban.
Lalu dimana metafisikanya? Hal ini terletak pada materi dan non-materi. Bahwa
memiliki uang pun juga tidak salah karena manusia butuh untuk memenuhi
kebutuhannya, namun menyerahkan diri demi uang juga bisa menjerumuskan manusia.
Kedua logika itu tidak salah karena keduanya logis. Maka, metafisika keduanya
pun juga sah karena bersifat universal. Indikator yang dipergunakan adalah
terkait dengan diri manusia itu sendiri. Baik itu di luar diri manusia, toh itu
berorientasi pada diri manusia.
Seperti telah dicontohkan di atas, metafisika itu ada namun
tidak ada. Ia ada karena terkandung secara universal dalam suatu hal namun
tidak terlihat jelas dalam hal itu. Ia mempertanyakan hal yang tidak biasa.
Masih terkait uang, ilmu ekonomi berusaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya
dengan usaha yang minimal, namun apakah itu membawa keadilan bagi semua orang
itu adalah hal yang berbeda. Aspek keadilan inilah yang tak terlihat dan
melampaui sisi fisik uang tersebut. Bukan nominal uang yang dicari(emerging),
tapi bagaimana itu bisa menjadi baik bagi yang lain (becoming). Maka hal ini juga
menjelaskan bahwa metafisika bersfat melampaui pengetahuan. Ia memahami apa
yang ada dibalik suatu hal dengan mendalami pondasi fundamental hal tersebut.
Heidegger menyebutnya sebagai trancendental
horizon[5], bahwa metafisika berada pada
suatu wilayah yang melampaui sisi imanen fisik dalam suatu hal. Sisi imanen dan
transenden dalam suatu hal pada dasarnya sudah ada, namun manusia kebanyakan
hanya melihat yang fisik saja. Maka pertanyaan-pertanyaan yang repetitif menuju
pada hal yang fundamental perlu dimunculkan melalui filsafat. Manusia terlalu
terikat pada yang fisik, maka ia sesungguhnya hanya perlu membangkitkan
keinginan untuk membiarkan kebenaran itu terjadi
BAB IV
MASALAH YANG MUNCUL
4.1 Metode pembelajaran
demonstrasi
Metode pembelajaran demonstrasi adalah model mengajar yang
menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihat
bagaimana melakukan sesuatu pada peserta didik. Sebagai metode penyajian tidak
terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses
demonstrasi siswa hanya sekedar memperhatikan. Dalam strategi pembelajaran ini
dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran.
Penggunaan metode ini selalu diikuti dengan eksperiment apapun yang
dilakukan oleh guru maupun siswa tanpa diikiuti eksperimen tidak akan mencapai
hasil yang efektif dalam melaksanakan demonstrasi guru menjelaskan apa yang
akan di demonstrasikan sehingga semua siswa dapat mengikuti jalannya demostrasi
tersebut.
BAB V
SOLUSI
Metode pembelajaran demonstrasi adalah model mengajar yang
menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihat
bagaimana melakukan sesuatu pada peserta didik. Sebagai metode penyajian tidak
terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Metode pembelajaran demonstrasi
akan berjalan baik apabila guru sudah paham dengan materi yang akan di
eksperimenkan agar siswa memang benar-benar memahami materi yang diajarkan.
Guru juga harus mempersiapkan alat dan bahan yang akan di eksperimenkan. Materi
harus disesuaikan dengan bahan dan alat yang akan di pakai.
BAB
VI
KESIMPULAN
Beberapa orang menganggap
kepemilikan uang adalah segalanya dalam hidup. Filsafat tidak menerima itu
begitu saja. Ia mencoba untuk mencari apa itu yang segalanya dalam hidup. Paham
eudaimonisme mengatakan bahwa itu adalah kebahagiaan. Apakah dengan kepemilikan
uang maka orang akan bahagia? Belum tentu, karena itu hanya bersifat material.
Kebahagiaan tidak mudah diterjemahkan begitu saja, maka uang pun bukan jawaban.
Lalu dimana metafisikanya? Hal ini terletak pada materi dan non-materi. Bahwa
memiliki uang pun juga tidak salah karena manusia butuh untuk memenuhi
kebutuhannya, namun menyerahkan diri demi uang juga bisa menjerumuskan manusia.
Kedua logika itu tidak salah karena keduanya logis. Maka, metafisika keduanya
pun juga sah karena bersifat universal. Indikator yang dipergunakan adalah
terkait dengan diri manusia itu sendiri. Baik itu di luar diri manusia, toh itu
berorientasi pada diri manusia.
Seperti telah dicontohkan di atas, metafisika itu ada namun
tidak ada. Ia ada karena terkandung secara universal dalam suatu hal namun
tidak terlihat jelas dalam hal itu. Ia mempertanyakan hal yang tidak biasa.
Masih terkait uang, ilmu ekonomi berusaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya
dengan usaha yang minimal, namun apakah itu membawa keadilan bagi semua orang
itu adalah hal yang berbeda. Aspek keadilan inilah yang tak terlihat dan
melampaui sisi fisik uang tersebut. Bukan nominal uang yang dicari(emerging),
tapi bagaimana itu bisa menjadi baik bagi yang lain (becoming). Maka hal ini juga
menjelaskan bahwa metafisika bersfat melampaui pengetahuan. Ia memahami apa
yang ada dibalik suatu hal dengan mendalami pondasi fundamental hal tersebut.
Heidegger menyebutnya sebagai trancendental
horizon[5], bahwa metafisika berada pada
suatu wilayah yang melampaui sisi imanen fisik dalam suatu hal. Sisi imanen dan
transenden dalam suatu hal pada dasarnya sudah ada, namun manusia kebanyakan
hanya melihat yang fisik saja. Maka pertanyaan-pertanyaan yang repetitif menuju
pada hal yang fundamental perlu dimunculkan melalui filsafat. Manusia terlalu
terikat pada yang fisik, maka ia sesungguhnya hanya perlu membangkitkan
keinginan untuk membiarkan kebenaran itu terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Mudyaharjo, Redja.2009.Pengantar
Pendidikan Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan
Pendidikan pada Khususnya.Jakarta:Rajawali Pers
Ahira, Anne. Aliran
Aliran Filsafat Pendidikan. http://www.anneahira.com/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.htm.
Saduyoh, Uyoh, 2015. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung:Penerbit Alfabeta